JURNAL BISNIS – Mantan Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Sumut, Bambang Pardede mengajukan eksepsi (keberatan atas dakwaan) dalam sidang perkara dugaan korupsi jalan provinsi Parsoburan-Batas Labuhan Batu Utara (Labura) di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa).
Penasehat hukum (PH) Bambang Pardede, Raden Nuh SH dan Dian Amelia SH menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) cacat seluruhnya.
Sidang itu digelar di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (9/9). dipimpin Hakim Ketua Lucas Sahabat Duha. Eksepsi yang berlangsung selama 2 jam itu dibacakan bergantian dari kedua penasehat hukum tersebut. Kepada wartawan, Raden Nuh SH menjelaskan, inti eksepsi itu tercatat ada beberapa hal.
“Yang pertama, tentang kewenangan mengadili. Kenapa? Karena ini ranah administrasi negara. Yang kedua, tentang kesalahan penuntut umum yang tidak cermat. Semua kalimat uraian dakwaan yang menyatakan perbuatan. Misalnya, pak Bambang Pardede ini menyetujui, memaksa dan meminta. Semuanya tidak diengkapi dengan waktunya kapan, dimana, berupa apa, apa kalimatnya, siapa saksinya. Semuanya gak ada,” jelasnya kepada awak media, Selasa (10/9).
Oleh karena itu, Raden menyebut bahwa dakwaan JPU obscure (samar). Dia optimis dakwaan seperti ini tidak mungkin diterima oleh majelis hakim.
“Dari halaman 1 sampai 130 cacat semua. Misalnya ada SK Gubernur, tapi enggak disebutkan SK Gubernur itu tanggal berapa. Jadi orang menafsirkan nanti bisa aja pak Bambang tahun 2020 udh menjabat. Padahal pak Bambang mulai tanggal 9 Maret 2021 menjabat sebagai PA (Pengguna Anggaran) dan proyeknya udh jalan sejak Januari 2021,” sebutnya.
Dalam eksepsi itu, Raden juga menyinggung soal kewenangan jaksa untuk menyidik tindak pidana kasus korupsi. Dia mengatakan hal tersebut berdasarkan ketentuan Undang-Undang (UU).
“Kita runut sejak UU Kejaksaan dari awal sampai UU Kejaksaan sekarang. Dan kita kaitkan dengan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yang dilahirkan dan UU Tindak Pidana Korupsi, disitu tidak ada dikatakan sama sekali kalau jaksa berwenang menyidik korupsi. Yang ada tindak pidana tertentu, contohnya pidana HAM, lingkungan hidup dan perikanan,” pungkas Raden.
Termasuk KUHAP, lanjut Raden, yang menegaskan bahwa penuntut umum adalah jaksa dan penyidik adalah polisi, maka no otority jaksa untuk menyidik korupsi. Dia menambahkan, surat dakwaan jaksa terhadap Bambang Pardede merupakan kebalikan dari Jaksa Agung.
“Surat dakwaan itu harus perfec to, cermat, jelas. Ini isinya malah cacat semua. Kalau diterima juga (dakwaan), saya gak ngerti, republik apa kita ini,” tambah Raden yang berharap agar hukum ditegakkan untuk Bambang Pardede.